Selasa, 02 November 2010

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN


E. Handayani Tyas


I. Pendahuluan

Matakuliah Kepemimpinan Pendidikan membahas berbagai konsep, teori, fungsi, tipologi, gaya dan model/pendekatan kepemimpinan pada umumnya; selanjutnya pembahasan dikaitkan dengan bidang pendidikan dan lembaga pendidikan di Indonesia, termasuk karakteristik dan kemampuan yang diperlukan bagi pemimpin-pemimpin pendidikan di Indonesia, dan kemudian lebih dikonsentrasikan pada kekepalasekolahan (principalship) terutama yang berkenaan dengan peran dan fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin, manajer, dan supervisor pendidikan.
Kegiatan pembelajaran meliputi pemberian informasi, diskusi, pemberian tugas, presentasi, dan praktek (simulasi) kepemimpinan pendidikan (memberikan briefing, memimpin rapat, menjalankan peran dalam forum seminar, diskusi, dan praktek pengambilan keputusan); dan dilengkapi pula dengan kegiatan outbound (jika lokasi memungkinkan) untuk mengembangkan sikap kepemimpinan dan kreativitas.
Evaluasi hasil belajar dilakukan melalui tes tertulis, tugas, presentasi, dan performansi dalam praktek.
Selamat belajar se enjoy mungkin, dengan semboyan:
The power of dream team:
”Coming together is a beginning................
  Keeping together is a progress ................
  Working together is a success”.

APA  itu Kepemimpinan Pendidikan?
        Jawabnya, lihat alinea pertama di atas (halaman 1).

MENGAPA diperlukan?
          Setiap institusi pasti perlu sosok pemimpin, apalagi bidang pendidikan.
Pendidikan ditantang melahirkan insan-insan unggul yang mampu memperbaharui struktur sosial masyarakat agar lebih terbuka, partisipatif, dan berinisiatif maju.

SIAPA  Pelaku Kepemimpinan Pendidikan?
          Pada tataran sekolah, tentulah dia si Kepala Sekolah.
Kepala Sekolah sebagai pemimpin menjadi sosok utama kumpulan insan unggul di seantero sekolahnya yang sama-sama bervisi menciptakan suasana belajar yang kondusif demi kemajuan institusi yang dipimpinnya.
         
          Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita perlu mengetahui/memahami pengertian kepemimpinan dari beberapa tokoh:
-         John C. Max Well: Kepemimpinan adalah pengaruh.
-         Waren G. Benis: Kepemimpinan adalah kapasitas untuk menerjemahkan visi menjadi kenyataan.
-         Laksamana Nimitz: Kualitas yang membangkitkan keyakinan yang memadai dalam diri para bawahan untuk bersedia menerima pandangan-pandangannya dan melaksanakan perintah-perintahnya
-         John R. Mott (seorang pemimpin dunia di kalangan mahasiswa): Seorang pemimpin adalah seseorang yang mengenal jalan, yang dapat terus mendahului, dan yang menarik orang lain untuk mengikuti dia.


-         Harry S. Truman (Presiden):Seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk membuat orang lain melakukan apa yang mereka tidak ingin lakukan, dan menyukainya.

Jadi apa sesungguhnya kepemimpinan?
Jawabnya: Kepemimpinan adalah pengaruh, kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk mengikuti pimpinannya.
Pemimpin merupakan ’motor atau daya penggerak dari semua sumber dan alat yang tersedia bagi suatu organisasi’. Karenanya dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan sangat tergantung pada kemampuan pemimpin dan seluruh anggotanya dalam menggerakkan semua perangkat tersebut sehingga penggunaannya dapat berjalan dengan efektif, efisien dan ekonomis.
Yang dimaksud dengan kemampuan pemimpin tidak terbatas pada tingkat keterampilan teknis (technical skills) yang dimilikinya, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh keahliannya menggerakkan orang. Karena memang kepemimpinan adalah pengaruh, bagaimana seorang leader itu mempengaruhi follower agar mau bekerja tanpa merasa terpaksa.
Semakin tinggi kedudukan seseorang di dalam organisasi itu harus semakin menjadi seorang ’generalist’, sedangkan semakin rendah kedudukannya di dalam organisasi ia harus menjadi ’specialist’. Alasannya ialah apabila seseorang menduduki jabatan pimpinan yang semakin rendah, ia harus berhadapan langsung dengan pelaksana-pelaksana operasional, sehingga tugas utamanya ialah memberikan bimbingan langsung kepada petugas pelaksana tersebut. Karenanya ia harus menguasai selukbeluk kegiatan yang sifatnya operatif.


Seorang yang berhasil menduduki jabatan pimpinan yang semakin tinggi terutama dalam organisasi yang besar, ia semakin terpisah jauh dari kegiatan-kegiatan operasional dan sifat tugasnya beralih dari pemberian bimbingan langsung kepada petugas-petugas operatif menjadi tugas penentuan tujuan, perumusan kebijaksanaan, penggerakkan kelompok pimpinan pada tingkat yang lebih rendah dan memikirkan hal-hal yang sifatnya lebih menyeleruruh. (Stephen P. Robin, 2001).
Dalam setiap organisasi terdapat 3 (tiga) tingkatan kelompok pimpinan, yakni: Top – Middle – Operasional; setiap pimpinan pada tingkat apapun ia bekerja selalu memerlukan dua macam keterampilan (skills), yaitu technical skills dan managerial skills. Aksioma yang berlaku dalam bidang ini ialah bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang di dalam organisasi, ia semakin kurang memerlukan technical skills dan semakin banyak managerial skills. Jika demikian halnya, maka setiap orang yang disebut pemimpin harus selalu berusaha untuk memiliki sebanyak mungkin sifat-sifat kepemimpinan yang sebaik mungkin. Karena seseorang pemimpin tidak seharusnya dan memang tidak pernah beroperasi dalam suasana vakum. Artinya kepemimpinan di dalam suatu organisasi hanya efektif jika kepemimpinan itu diterima oleh orang lain.
Kalau pemimpin dimaknai sebagai ’pengaruh’, maka kemampuan seorang leader dalam mempengaruhi follower nya merupakan kompetensi yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin dan perlu dikembangkan terus.
Tugas seorang pemimpin ialah untuk memimpin orang, memimpin pelaksanaan pekerjaan dan menggerakkan sumber-sumber material. Untuk melakukan tugas itu dengan baik, seorang pemimpin harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.     Memiliki kondisi fisik yang sehat sesuai dengan tugasnya. Tugas kepemimpinan tertentu menuntut sifat kesehatan tertentu pula.

Misalnya seseorang yang menurut ukuran biasa sehat, akan tetapi berkaca mata, tidak dapat menjadi pemimpin dalam suatu pesawat terbang.
2.     Berpengetahuan luas. Berpengetahuan luas tidak selalu dapat diidentikkan dengan berpendidikan tinggi. Ada sekelompok orang yang meskipun pendidikannya tinggi, pandangannya masih sempit, yaitu terbatas kepada bidang keahliannya saja. Sebaliknya banyak orang yang tidak berpendidikan tinggi, akan tetapi karena pengalamannya dan kemauan keras untuk ”selfdevelopment” memiliki pengetahuan yang luas tentang banyak hal.
3.     Mempunyai keyakinan bahwa organisasi akan berhasil mencapai tujuan bagi seorang pemimpin. Tanpa keyakinan itu di dalam tindakannya ia akan kelihatan sering ragu-ragu.
4.     Mengetahui dengan jelas sifat hakiki dan kompleksitas dari tujuan yang hendak dicapai. Pada umumnya semakin besar suatu organisasi semakin rumit pula sifat dan ruang lingkup tujuan yang hendak dicapai dan semakin kompleks pula kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu.
5.     Cerdas dan sigap dalam mengambil keputusan strategis karena tuntutan tugas dan keadaan. Ia harus mempunyai keberanian (take a risk) namun penuh perhitungan.
6.     Obyektif dalam arti dapat menguasai emosi dan lebih banyak menggunakan rasio. Seorang pemimpin yang emosional akan kehilangan obyektivitasnya karena tindakannya tidak didasarkan lagi pada akal sehat, akan tetapi lebih sering didasarkan atas pertimbangan ”personal likes and dislikes”, baik terhadap seseorang maupun terhadap penggunaan alat-alat yang diperlukan.

7.     Mampu berlaku adil dan bijaksana dengan memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya ingin diperlakukan. Yang dimaksud dengan ”keadilan” di sini ialah kemampuan memperlakukan staf atas dasar kapasitas kerja staf itu, lepas dari pandangan-pandangan kedaerahan/ kesukuan, kepartaian/golongan, ikatan keluarga, SARA, dsb.
8.     Menguasai prinsip-prinsip human relations. Karena human relations adalah inti kepemimpinan, maka seorang pemimpin yang baik harus dapat memusatkan perhatian, tindakan dan kebijaksanaannya kepada pembinaan teamwork yang synergis dan harmonis.
9.     Menguasai teknik-teknik berkomunikasi. Berkomunikasi dengan pihak lain, baik internal maupun eksternal, lisan maupun tertulis. Kemampuan ini perlu di asah terus-menerus dan jika mungkin dikembangkan baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
10.            Dapat dan mampu bertindak sebagai penasihat, guru dan kepala terhadap orang yang dipimpinnya sesuai situasi dan masalah yang dihadapi, ia juga harus mampu meminimalkan friksi dan suka damai.
11.            Mempunyai gambaran yang menyeluruh tentang semua aspek kegiatan organisasi. Seorang pemimpin yang baik tidak boleh menganakemaskan satu golongan/bagian dan sebaliknya menganaktirikan yang lain dalam suatu organisasi yang dipimpinnya. Ia harus berlaku sebagai pemimpin yang baik dan sekaligus bijak dalam semua tindakannya.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang teruji ketenangannya di saat-saat kesulitan, bahkan ketika menghadapi ketidakadilan sekalipun; sedangkan pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang tidak terkubur dalam kesusahan, dan tidak takabur dalam kesenangan.

Selain baik dan bijak, yang tidak boleh dilupakan adalah karakter. Ijazah atau latar belakang pendidikan tentu penting, tetapi bukan yang terpenting. Keterampilan serta pengalaman memang lebih penting, namun tetap bukan yang terpenting! Karakterlah yang paling menentukan untuk apa dan bagaimana kemampuan lebih itu dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang konstruktif atau destruktif.
”When wealth is lost, nothing is lost,
     When health is lost, something is lost,
                              When character is lost, all is lost”

Beberapa karakteristik seorang pemimpin dapat dikenali dari (1) visi yang jelas, (2) jujur, (3) sikap mental yang positif, (4) berani mencoba, (4) mampu berkomunikasi, (5) antusias dan penuh semangat, (6) membangun kerjasama, (7)  siap berjuang, penuh totalitas, (8) memelihara nilai kepercayaan, (9) tidak cepat puas diri, (10) siap belajar terus!!!.
Kecakapan selanjutnya adalah keterampilan. Keterampilan atau know-how itu juga penting. Contoh, seseorang tidak mungkin dapat menjadi montir yang kompeten hanya dengan menjadi orang yang berbudi dan bijaksana. Ia dapat disebut sebagai montir yang baik/pandai,  jika ia memiliki keterampilan di bidang montir (memperbaiki mobil atau motor).
Konsekuensi dari kepemimpinan yang visioner adalah kepemimpinan yang transformasional, kepemimpinan yang mengubah. Kepemimpinan yang membuat orang (dengan sukarela) berubah, dan kepemimpinan yang diarahkan untuk mengubah keadaan.
Visi, dapat dipahami sebagai seni melihat hal-hal yang tidak kelihatan; visi itu adalah: eye of spirit (iman), eye of mind (ilmu), dan eye of flash (kerja, perilaku, kebiasaan).

Menurut Peter Senge, visi adalah ”apa”, yaitu gambaran masa depan yang ingin kita ciptakan. Sedangkan misi ialah ”mengapa”, jawaban terhadap pertanyaan ”mengapa organisasi kita ada (didirikan)?” Meski dalam praktiknya kata ”visi” dan ”misi” seringkali dipergunakan secara tumpang tindih (overlapping), namun penjelasan Senge dapat berguna untuk memahami perbedaan antara kedua kata tersebut. ”Visi” dapat dipahami sebagai ”tujuan bersama” yang menunjuk pada  arah (direction), high purpose, atau mungkin juga sasaran bersama (common goal) yang ingin dicapai. Sementara ”misi” lebih menunjuk pada dimensi tugas, tanggung jawab, panggilan, dan pekerjaan yang harus dilakukan dalam proses menuju ”visi”.
George Barna memperkaya pengertian di atas dengan mengatakan bahwa ”visi” dan ”misi” sebenarnya berbeda makna, namun saling berhubungan erat. Menurut Barna, ”visi” merupakan pernyataan yang rinci dan spesifik mengenai suatu tujuan dan kekhususan tertentu dari visi tersebut. ”Visi” bersifat strategis. Sementara ”misi” merupakan suatu pernyataan umum dari tujuan pelayanan secara utuh. Karenanyaa ”misi” bersifat filosofis. Ia juga mengatakan bahwa ”visi” berkaitan dengan tindakan spesifik, tetapi ”misi” lebih merupakan cara-cara umum untuk melakukan suatu tindakan.   
Schlechty, visi: State is going to be exit (sudah menggambarkan seolah-olah sudah jadi berupa, berwujud, sudah berbentuk). Visi, tergantung pada believe (ke depan yang belum terjadi) seolah-olah wujud nyata dan tanpa problem, jangan tergoda oleh keyakinan yang tidak baik, yakni apa yang kita ucapkan/gumuli (kita harus act accordingly). Konsep visi harus dapat dilihat, tangible/berbentuk konkrit. Sedang misi adalah apa yang harus dilakukan.
Visi tanpa tindakan hanyalah sebuah mimpi; visi + tindakan yang mendukung, maka akan dapat mencapainya.


Jadi vision & action harus saling terjalin.
vision without action’s meanly a dream,
action without vision just process the time,
vision with action can change the world
          Visi menuntun kepada usaha, dan sejarah memihak pada iman yang berusaha, oleh karena itu VISI, must be: (1) chalanging, (2) clear, (3) memorable, (4) involving, (5) value driven, (6) visual, (7) mobilizing, (8) a guide line, (9) linked to the needs.
          “Visi” dapat dipahami sebagai ‘tujuan bersama’ yang menunjuk pada direction (arah), high purpose, atau juga common goal (sasaran bersama) yang ingin dicapai.
          “Misi” lebih menunjuk pada dimensi tugas, tanggungjawab, panggilan, dan pekerjaan yang harus dilakukan dalam proses menuju visi.
          Visi tanpa tugas melahirkan pengkhayal, tugas tanpa visi merupakan pekerjaan membosankan, visi dengan tugas melahirkan pekerjaan luar biasa!.
Salah satu pertanyaan yang mungkin menarik adalah seberapa erat hubungan antara visi dengan misi itu? Mungkinkah ada visi tanpa misi, atau sebaliknya? Secara logika, terdapat empat kemungkinan, yakni: (1) ada visi tapi tidak ada misi, (2) ada visi sekaligus ada misi, (3) tidak ada visi tapi ada misi, (4) tidak ada visi dan tidak ada misi. Pertanyaan berikutnya adalah apa makna visi jika tanpa misi? Apa pula makna misi jika tidak ada visi? Lalu bagaimana hubungan kedua hal itu dengan strategi?
Berangkat dari rumusan Senge di atas, bila dikatakan bahwa visi adalah ”apa”, yaitu gambaran masa depan yang ingin kita ciptakan; dan misi adalah ”mengapa”, jawaban terhadap pertanyaan ”mengapa organisasi kita ada (didirikan)”, dan apa yang mungkin boleh kita sebut sebagai strategi adalah soal ”bagaimana”, yakni soal ”aksi dan aktivitas” yang perlu dilalukan guna

mencapai visi (apa) itu sesuai dengan misi (mengapa); artinya, strategi selalu mengacu pada suatu konteks dan karenanya selalu bersifat dinamis, berubah mengikuti dinamika perkembangan zaman (kontekstual). Dan strategi itu sendiri dinyatakan dalam bentuk agenda kerja yang jelas dalam jangka pendek.
Menggunakan kata ”apa-mengapa-bagaimana” untuk mempertautkan antara ”visi-misi-strategi” dapat dipahami sebagai pertautan antara mata budi, mata jiwa, dan mata inderawi.
          Kalau Senge mengatakan demikian, maka Djokosantoso (2003) mengatakan, visi memcerminkan kedalaman dan keluasan pemahaman yang memungkinkan untuk mendeteksi dan membentangkan pola-pola dan kecenderungan-kecenderungan di masa depan, yang membimbing pemimpin untuk membawa organisasinya memasuki masa depan.
          Visi selalu berhubungan dengan masa depan. Memang, visi adalah awal masa depan. Karena visi mengekspresikan apa yang orang akan berusaha keras mencapainya. Visi adalah sebuah gagasan atau gambaran tentang masa depan yang lebih baik bagi organisasi, tetapi visi yang benar adalah gagasan yang penuh dengan kekuatan yang mendesak dimulainya masa depan dengan mengandalkan keterampilan, bakat, dan sumber daya dalam mewujudkannya.
          Visi memainkan peran penting tidak hanya pada tahap awal, tetapi pada keseluruhan siklus kehidupan oraganisasi. Jadi visi adalah rambu petunjuk bagi siapa saja yang ingin mendalangi sebuah organisasi dan pemberi arah ke mana organisasi akan dibawa. Dengan adanya arah yang jelas, maka pemimpin akan fokus ke arah yang telah ditetapkan tersebut, sehingga tidak ’melenceng; dalam mengambil kebijakan organisasi.




Mengapa  Pemimpin Perlu visi?
Pemimpin adalah arsitek bagi masa depan organisasi; ia harus mampu merancang dan membangun organisasinya agar dapat bertahan hidup (survive) dan berkembang (growth) di dalam lingkungan yang penuh ketidakpastian  (unpredictable) seperti saat ini.
Pemimpin yang bagaimanakah yang dibutuhkan orang untuk menuju masa depan yang penuh ketidakpastian tersebut?
Dari hasil penelitian yang disponsori AMA (American Management Association) pada tahun 1993, seperti dikutip oleh Pradiansyah (1997), ada 4 (empat) karakteristik terbesar yang sangat diperlukan oleh seorang pemimpin agar memperoleh kredibilitasnya, yaitu: jujur, melihat jauh ke depan (mempunyai visi ke depan), memberikan inspirasi, dan cakap.
Kemudian dalam penelitian gabungan yang dilakukan oleh Korn Ferry – Columbia University, 75% responden memberikan peringkat kepada ’menyampaikan wawasan yang dimilikinya tentang masa depan’ sebagai kualitas yang paling penting bagi CEO di tahun 2000.
Dari 2 (dua) penelitian tersebut, karakteristik melihat jauh ke depan/memiliki wawasan tentang masa depan dan memberikan inspirasi adalah yang paling essensial yang menentukan kredibilitas seorang pemimpin. Pemimpin harus mempunyai orientasi ke arah masa depan yang didefinisikan dengan baik dan sekaligus dapat mengkomunikasikan visi nya dan memberikan dorongan kepada anggotanya untuk bekerja keras dan bekerja cerdas (work hard and work smart) dalam mencapai tujuan yang merupakan penerjemahan dari visi tersebut. Itulah ciri dari Visionary Leader!!!




Arti Visionary Leadership
          Terjemahan bebas dari Visionary Leadership adalah kepemimpinan yang memiliki visi ke depan dan diharapkan mampu meneropong apa yang akan terjadi di masa depan.
          T.J. Galpin dalam Huseini (1997), mengindikasikan bahwa organissi yang dapat bertahan hidup (survive) dan berkembang (growth) adalah organisasi yang memiliki pemimpin yang mempunyai visi akan perubahan yang sangat tajam sehingga mampu mentransformasikan kapabilitas organisasi untuk membangun daya saing. Pemimpin harus dapat memprediksi perubahan-perubahan yang terjadi di masa depan serta bagaimana mengelola perubahan tersebut. Di tengah-tengah situasi yang berubah-ubah dengan cepat dan lingkungan yang penuh ketidakpastian dapat membingungkan dan bahkan membuat kita frustasi.
          Dalam hal ini tugas seorang pemimpin adalah menjadi petunjuk jalan kepada anak buahnya serta membimbing perilaku mereka agar dapat sejalan dengan perkembangan lingkungan.
          Dengan visinya seorang pemimpin memberikan jaminan kepastian/keamanan kepada anak buahnya dalam menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan tersebut.
Di samping itu, diperlukan kemampuan lain yang juga sangat penting bagi pemimpin, yaitu menerjemahkan visi yang dimilikinya sehingga dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi. Visi ini menjawab pertanyaan ’where’. Visi yang merupakan arah dari suatu organisasi dapat diterjemahkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu, nilai-nilai (values) dan faktor-faktor yang penting bagi kesuksesan (critical success factors), dan inilah hal yang memberikan kesempatan paling besar untuk mencapai visi.

Oleh karena itu, kepemimpinan visioner sangat vital, bukan saja untuk menjadi kekuatan yang menyatukan ribuan tugas yang terpisah, melainkan tidak ada cara lain untuk menampung energi atau kejeniusan para anggota berpengetahuan tanpa kepemimpinan visioner.
Tingkat perubahan dan pengaruh kompleksitas global menyebabkan sebuah visi tertentu hanya bermanfaat untuk waktu yang terbatas seperti yang diungkapkan oleh Bill gates, kepemimpinan visioner harus merupakan satu langkah di depan para pesaing, memimpikan apa yang akan terjadi di masa depan dan peran apakah yang akan dimainkan oleh organisasi di dalamnya.
Kepemimpinan visioner tidak dapat diabaikan dalam memperbaharui organisasi yang ada, demikian pula untuk memulai aktivitas organisasi yang baru. Pada saat yang bersamaan, kepemimpinan visioner juga menjadi penting tidak saja di tingkat atas, tetapi juga di tingkat bawah organisasi.
Perlunya kecekatan untuk memberikan respon terhadap perubahan-perubahan di pasar dan teknologi serta pemisahan geografis operasi organisasi yang menyebabkan tidak mungkinnya menerapkan sentralisasi pengambilan keputusan. Ini menciptakan kebutuhan akan jutaan pemimpin visioner pada level bawah organisasi, yang mampu menetapkan arah bagi unitnya sendiri, yang mendukung visi organisasi secara keseluruhan dan dengan demikian memungkinkan unit-unit tersebut menempatkan diri dalam mengantisipasi perubahan-perubahan lingkungan lokal mereka
Peran pemimpin visioner sebagai agen perubahan, mempromosikan eksperimentasi, menciptakan perubahan, dan menetapkan budaya organisasi yang di dalamnya keberanian mengambil resiko (take a risk) dan partisipasi yang luas juga sangat dibutuhkan.
Keseimbangan antara visi dan aksi ini yang mempunyai pengaruh untuk menciptakan masa depan menjadi sesuatu yang sangat penting. Oleh karena itu perlunya kepemimpinan visioner yang efektif di lingkungan persekolahan  semakin dirasakan, sehingga menimbulkan tantangan bagi semua yang berhubungan dengan pendidikan, termasuk orangtua peserta didik, sekolah, sekolah tinggi, universitas dan program- program pelatihan untuk menyiapkan pemimpin visioner yang handal, pemimpin yang mempunyai kekuatan menyatukan tugas yang terpisah, pemimpin yang penuh dengan visi perubahan, dapat menerawang jauh ke depan secara proaktif sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup dan pengembangan organisasi.
Nampaknya akan sulit dibayangkan  seandainya ada organisasi tanpa memiliki visi ke depan yang jelas dan tajam untuk dapat langgeng dalam era persaingan saat ini yang sering unpredictable. Goncangan yang kuat ini sangat mungkin akan lebih cepat lagi di masa depan, dan akan menempatkan banyak ketegangan pada masyarakat pendidikan, secara khusus untuk menjawab kebutuhan yang berkembang dan untuk menjawab tantangan yang timbul dari dunia yang berubah cepat.
Keadaan darurat masa kini menuntut saling mempengaruhi yang dinamis antara kreativitas, keberanian dan kepastian untuk membuat perubahan-perubahan yang efektif (mangkus) dan kemauan untuk bangkit menghadapi tantangan-tantangan yang muncul di depan kita.
Untuk menjawab situasi ini, maka rencana-rencana reformasi pendidikan, baik pada tingkat nasional maupun internasional perlu melebihi alokasi sumberdaya perencanaan dan keuangan yang memadai. Kebijakan-kebijakan reformasi pendidikan hendaklah bertujuan untuk meraih keunggulan pendidikan.
Dalam lingkup pendidikan, maka untuk mempermudah pemahaman mengenai perbedaan dan sekaligus hubungan antara kata pengajaran (teaching), pendidikan (educating), dan pelatihan (training), maka ketiganya mempertautkan pikiran dengan hati, dan perbuatan; ketiganya penting dan saling beririsan membentuk kebiasaan (habit) dan etika-moralitas dalam suatu masyarakat.

Membahas Kepemimpinan Pendidikan tidak mungkin kita dapat melupakan kaidah emas Dr. Ki hajar Dewantoro: ”ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. Inilah  tiga  buah prinsip pendidikan
yang pada hakikatnya adalah juga prinsip kepemimpinan (educational cum leadership principles).

Pendidikan untuk Semua (PuS) atau Semua untuk Pendidikan (SuP)
          PuS dan SuP merupakan cita-cita luhur yang perlu diusahakan dengan sungguh-sungguh pelaksanaannya oleh semua pihak untuk mewujudkannya dengan mendasarkan pada kedua prinsip pendidikan, yakni Pendidikan untuk semua dan Pendidikan sepanjang hayat.
          Khususnya dalam dua dasawarsa yang lalu, para pemerintah dan badan-badan internasional di dunia berkembang mencari jawaban untuk tantangan-tantangan pembangunan dengan memusatkan perhatian pada perluasan kesempatan pendidikan. Dorongan oleh negara-negara berkembang ini adalah untuk memenuhi misi UNESCO yakni meraih ’Pendidikan untuk Semua’. Tetapi perluasan pendidikan dipusatkan hanya pada penanganan permintaan persekolahan yang meningkat, sedangkan kualitas pendidikan itu sendiri kurang diberi prioritas. Akibatnya adalah sekolah-sekolah yang terlampau padat, metode pembelajaran yang ketinggalan zaman yang didasarkan pada belajar menghafalkan dan para guru yang sudah tidak mampu menyesuaikan diri dengan pendekatan yang lebih modern, seperti peranserta demokratis di dalam ruang kelas, belajar bersama (pengajaran proyek) dan pemecahan masalah secara kreatif. Hal-hal inilah sekarang yang menjadi hambatan bagi pendidikan yang lebih baik.

         

Tidak menjadi soal  teori siapa yang digunakan, tetapi ada tema umum seperti yang ditekankan oleh Prof. Benjamin Bloom yang mengusulkan gagasan bahwa pada umumnya siswa-siswa akan dapat belajar jika guru tahu bagaimana caranya mengajar. Teknik mengajar hendaknya menghormati adanya perbedaan-perbedaan perorangan yang penting.
Filsuf John Locke mengemukakan pendapat bahwa anak-anak adalah seperti kain (kertas) putih. Guru harus menaruh perhatian pada kesehatan mereka, kemaslahatan fisik, makanan, istirahat, dan mengajar anak-nak menyenangi studi dan mengetahui bagaimana caranya belajar.
 Teori pragmatisme John Dewey menyatakan: ”Pendidikan adalah prosesi (pawai) kehidupan, setiap orang harus belajar memperbaiki diri dan berubah ke arah yang benar.” Ia mendemonstrasikan pentingnya nilai belajar melalui praktik yang juga adalah hakikat epistemologi Buddhisme (Kalama Sutra).
          Teori Jean Jacques Rousseau yang dikemukakannya 200 tahun yang lalu mengusulkan bahwa proses belajar harus berlangsung sepanjang hayat kita. Belajar pada setiap langkah kehidupan kita sangat penting dan itulah makna dan hakikat menjadi seorang manusia. Rousseau juga menitikberatkan persamaan dan harmoni dengan alam.
          Jalan yang benar adalah menempatkan peserta didik di pusat proses pembelajaran (Student Centered Learning) dengan keyakinan yang kuat pada hak-hak perorangan, minat perorangan, kebahagiaan, dan kebebasan perorangan. Para guru hendaknya mempelajari bidang-bidang seperti psikologi, psikologi  perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi komunikasi, motivasi, penguatan, dan sistem serta struktur ganjaran. Menjadi guru karena memang direncanakan dengan matang dan dalam menjalankan tugasnya hendaknya berdasar pada teori-teori belajar yang dapat dipertanggungjawabkan.


Secara berkelanjutan mengadakan pelatihan guru guna memperoleh guru yang baik dan memenuhi syarat untuk melayani masyarakat (guru yang kompeten, mumpuni dalam mengemban tugas dan kewajibannya).
Adalah penting untuk diperhatikan, bahwa perluasan sistem pendidikan yang sangat besar dan cepat, dan yang sarat beban di banyak negara, telah mengakibatkan ketakmampun secara memadai untuk menjawab pertanyaan tentang keadilan pendidikan yang meminta penyediaan pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik dengan kemampuan yang beragam.
Kini, negara-negara berkembang menghadapi aneka ragam tantangan dalam usahanya mencari dan menemukan pemimpin-pemimpin pendidikan yang terlatih dengan baik dan siap untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan. Persyaratan pendidikan yang khusus sifatnya bagi para peserta didik yang pintar/istimewa, hendaknya dapat terlayani oleh pemimpin-pemimpin pendidikan yang berwawasan hari esok.
Begitu juga dengan kesempatan pendidikan tambahan yang menyediakan isi dan metodologi yang lebih maju hendaklah dibangun untuk melayani perbedaan perorangan. Guru-guru kelas hendaklah dilatih agar mampu memenuhi kebutuhan belajar yang berbeda-beda dari pserta didik yang bertalenta.
Satu hal yang perlu memperoleh prioritas pertama disetiap sekolah adalah mengembangkan dan menetapkan kurikulum yang menantang yang menyajikan kesempatan belajar yang komprehensif untuk mampu memenuhi kebutuhan para peserta didik yang mempunyai kecerdasan baik.
Adalah sangat penting untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin masa depan yang akan memimpin gerak ke arah pembangunan pendidikan secara berkelanjutan. Kurikulum sekolah yang regular perlu dikembangkan untuk dapat menawarkan tantangan yang lebih kreatif dan inovatif kepada para peserta didik.

Di dalam laporannya kepada UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization – Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan), berjudul ”BELAJAR: Harta Karun di dalamnya”, Komisi Internasional tentang pendidikan untuk Abad
XXI yang diketuai oleh Jacques Delors mengemukakan dua buah prinsip pendidikan, yakni pertama, pendidikan berlangsung sepanjang hayat (lifelong education, lifelong learning), tiada batas usia untuk belajar, asal ada kemauan dan kemampuan, seseorang dapat belajar sampai ke jenjang yang setinggi-tingginya; dan ke dua, terdapat empat pilar pendidikan, yakni (1) belajar mengetahui (learning to know), termasuk belajar tentang bagaimana belajar (learning how to learn), karena melalui yang terakhir ini pembelajar akan mampu mempelajari hal-hal baru secara mangkus atau efektif, tetapi juga mampu mempelajari kembali (relearning) sesuatu yang masih diperlukan atau meninggalkan atau melupakan (to unlearn) hal-hal yang sudah tidak bermanfaat atau tidak sesuai lagi; (2) belajar berbuat (learning to do) yang akan menghindarkan kita dari kebiasaan ”bicara melulu tiada perbuatan” (no action talk only); ini pula yang menjadi dasar bagi Kurikulum Berbasis Kompetensi (competency based curriculum) yang sekarang ini mulai dilaksanakan di sekolah-sekolah kita; (3) belajar menjadi seseorang (learning to be), mengintegrasikan atau mendarahdagingkan (internalization) bukan hanya pengetahuan dan informasi serta keterampilan tetapi juga nilai-nilai di dalam diri, sehingga seseorang mempunyai jatidiri yang seterusnya ia mampu berencana, berbuat, dan memantau serta menilai perbuatannya dan perbuatan orang-orang lain; dan (4) belajar hidup bersama, hidup dengan orang-orang lain (learning to live together, to live with others), sehingga kita terhindar dari
keterpurukan sosial-religius seperti yang dihayati beberapa waktu yang lalu, antara lain, di Ambon, Poso/Palu, Bali, Lombok, dan Pontianak.
         
Pendidikan adalah alat yang ampuh untuk mengurangi kemiskinan dan ketidaksamaan/ketidakadilan (education is a powerful means for reducing poverty and inequality), biarlah ini tidak sekedar retorika melainkan nyata!
Mendidik anak manusia tidak semudah membalik telapak tangan, perlu proses, perlu semangat, perlu pola kepemimpinan yang mampu mengatur dan men-synergikan para pihak, maksudnya pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, orangtua peserta didik dan masyarakat. Oleh karena itu tanpa kepemimpinan yang baik, kelompok apapun di dunia ini akan rentan konflik serta rawan perpecahan, sehingga institusi itu sulit bertumbuh dan berkembang.
Kalaupun bergerak, geraknyapun sekedar maju-mundur, ke sana kemari, tanpa arah dan sangat mungkin mengalami kebangkrutan.
Di samping vital, kepemimpinan adalah kenyataan yang tak terelakkan bagi semua orang. Di mana ada kehidupan bersama, di mana pun di muka bumi ini, orang cuma punya dua pilihan: dipimpin atau memimpin. Dan yang sering ditemui adalah kombinasi antara keduanya, memimpin dan sekaligus dipimpin.
Berhasil atau tidaknya suatu kegiatan dipengaruhi oleh pemimpinnya. Banyak kegiatan yang gagal karena pimpinannya tidak mempunyai jiwa kepemimpinan, entah itu gaya memimpin atau pandangan terhadap orang-orang yang berada di atas maupun di bawahnya.
Organisasi adalah kelompok yang mempunyai tujuan sama, dan untuk mencapai tujuannya memerlukan pembagian peran dan tugas, yang harus dilakukan seseorang, yaitu pemimpin. Pembagian peran dan tugas menciptakan posisi-posisi tertentu yang membentuk suatu bangunan dan jadilah struktur organisasi yang semua bekerja dalam sebuah sistem.
Terdapat sebuah mekanisme dinamika kelompok berupa tekanan psikologis dari kelompok, jika seseorang  mencoba untuk berbeda atau menonjol
dari kelompoknya akan mendapat sanksi psikologis. Anggota organisasi akan cenderung menghindari konflik demi kohesivitas kelompok.
Kohesivitas kelompok sebenarnya bersifat netral. Jika searah dengan tujuan organisasi menjadi pendukung yang positif. Sebaliknya jika bertentangan dengan tujuan organisasi, akan menjadi sandungan serius bagi tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu mengubah nilai-nilai kelompok agar kohesivitas kelompok menuju ke arah yang tepat.
Pemimpin masa kini berbeda dengan pemimpin masa lalu karena perkembangan zaman dan situasi. Tidak heran jika dahulu banyak pemimpin bergaya diktator yang berhasil karena situasi pada saat itu mengharuskan  mereka memimpin dengan cara demikian. Selain itu pandangan pemimpin zaman dahulu berbeda dengan sekarang.
Beberapa pandangan pemimpin zaman dahulu dan sekarang:
Pandangan Tradisional
Pandangan Modern

[ Manusia itu pada dasarnya pemalas

[ Manusia bekerja untuk uang dan kedudukan

[ Manusia akan produktif jika diancam atau ditakut-takuti akan dipecat atau dihukum

[ Manusia bergantung pada pimpinan dan tidak mau berpikir sendiri



[ Manusia itu perlu diawasi dengan ketat agar dapat bekerja dengan baik

[ Manusia hanya mementingkan kebutuhannya sendiri

[ Manusia perlu diberi perintah untuk melakukan tugasnya

[ Manusia mengabdikan diri dan hidupnya untuk pekerjaan


[ Manusia sulit berubah dan lebih memilih tinggal dalam situasi yang lama

[ Manusia perlu didorong, ditarik dan diilhami supaya maju


[ Manusia itu aktif merumuskan tujuan dan cita-cita

[ Manusia mengejar kepuasan kerja, prestasi dan tantangan baru
[ Manusia akan produktif jika dirangsang untuk mencapai tujuan

[ Manusia itu dewasa, mampu berpikir sendiri dan mampu memenuhi kebutuhannya



[ Manusia perlu penghargaan dan pengakuan atas tanggung jawab dan prestasinya

[ Manusia akan berarti jika mengabdi pada masyarakat

[ Manusia ingin meningkatkan pengertian diri dan lingkungan

[ Manusia ingin mencapai cita-cita, kerja diubah, dipolakan untuk mencapai cita-cita

[ Manusia senang akan sesuatu yang baru (perubahan)


[ Manusia perlu diberi kebebasan, semangat, ajakan, dorongan dan bantuan untuk maju

Pandangan-pandangan ini akan menentukan bagaimana seorang pemimpin berhubungan dengan orang-orang yang terlibat di dalam usahanya dan mempengaruhi gaya kepemimpinannya.
Secara umum seorang pemimpin yang baik harus: sehat jasmani dan rohani, memiliki visi (maksud, arah dan tujuan), cerdas, cakap atau mahir, dapat berkomunikasi dengan baik, rendah hati, setia, bijaksana dan mampu mengambil keputusan.
Di samping itu masih banyak sifat lain yang mendukung suatu kepemimpinan, seperti berwawasan luas, ramah, dapat melatih mereka yang dipimpinnya, dan sebagainya. Berhasil tidaknya seorang pemimpin tergantung pada tiga hal, yaitu: pemimpin, yang dipimpin dan situasi yang ada. Berdasarkan hal tersebut ada tiga gaya kepemimpinan secara umum, yaitu:
1.     Gaya Otoriter
Ciri-ciri pemimpin dengan gaya otoriter adalah sebagai berikut:
-         Semua keputusan yang dibuat diambil oleh dirinya sendiri
-         Merinci semua tugas yang harus dilakukan oleh mereka yang dipimpinnya
-         Menilai mereka yang dipimpinnya secara subyektif (melibatkan emosi pribadi)
-         Mereka yang dipimpin tidak diberi kesempatan untuk memberikan pendapat, usul, saran, kritik, dan sebagainya
-         Mengawasi dengan ketat segala sesuatu yang dilakukan oleh mereka yang dipimpinnya.
2. Gaya Demokratis
          Ciri-ciri pemimpin dengan gaya demokratis adalah sebagai berikut:
-         Semua keputusan yang dibuat diambil bersama dengan mereka yang dipimpinnya
-         Memberi kebebasan kepada mereka yang dipimpinnya untuk menyelesaikan tugasnya dengan caranya sendiri yang dianggap efektif dan efisien
-         Menilai mereka yang dipimpinnya secara rasional dengan melihaat data-data
-         Mereka yang dipimpin diberi kesempatan untuk mengajukan pendapat, usul, saran, kritik, dan sebagainya
-         Mengawasi mereka yang dipimpin sedang-sedang saja (tidak terlalu ketat).
3. Gaya Liberal (laissez-faire)
          Ciri-ciri pemimpin dengan gaya liberal adalah sebagai berikut:
-         Semua keputusan yang dibuat diambil oleh mereka yang dipimpin
-         Memberikan kebebasan sepenuhnya kepada mereka yang dipimpin untuk menyelesaikan tugasnya
-         Membiarkan mereka yang dipimpin bekerja dengan caranya sendiri, kurang dihargai dan dinilai
-         Memberikan kesampatan penuh kepada mereka yang dipimpin untuk mengajukan pendapat, usul, saran, kritik, dan sebagainya
-         Pekerjaan mereka yang dipimpin tidak diawasi.
Masing-masing gaya kepemimpinan ini ada kelebihan dan kekurangannya tergantung situasi. Oleh karena itu seorang pemimpin harus dapat menerapkan gaya kepemimpinannya yang tepat terhadap mereka yang dipimpin dan sesuai dengan situasi yang ada. Dengan mengetahui bermacam gaya dan perilaku kepemimpinan, diharapkan mahasiswa (sebagai pemimpin atau calon pemimpin) dapat memilih gaya yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi pekerjaannya, sehingga seluruh rangkaian kegiatan dalam kepemimpinannya dapat berjalan dengan lancar dan baik.
Proses  kepemimpinan adalah fungsi pemimpin, pengikut, dan variabel situasional lain (K = f (P, p, s), di mana K = Kepemimpinan; f = fungsi; P = Pemimpin; p = pengikut, dan s = variabel situasional).
Selanjutnya, Krause di dalam bukunya, The way of the Leader berupaya mengembangkan prinsip-prinsip Jenderal terkenal Sun Tzu dalam bukunya, The Art of War (2.500 tahun lalu; Seni Berperang) dan fisuf besar Konfusius dalam buku, The Analects of Confucius (juga kira-kira 2.500 tahun lalu; Kumpulan ajaran Konfusius) dengan pemikiran terbaik pemimpin militer dan politik modern untuk digunakan oleh pemimpin masa kini agar ia efektif di dalam lingkungan dunia di era globalisasi sekarang ini.
Dikemukakannya prinsip-prinsip SPARKLE (bersinar, bercahaya), artinya seorang pemimpin yang melaksanakan tujuh prinsip itu (tujuh huruf) akan menyinari para pengikut dan lingkungannya, dan pasti akan berhasil
menjalankan proses kepemimpinannya. Tujuh prinsip yang dimaksud (diuraikan dengan menggunakan pengalaman sendiri) adalah:
1.     SSelf-discipline – Disiplin diri: pemimpin hidup dengan seperangkat aturan atau prinsip yang cocok baginya dan diterima pengikutnya. Disiplin diri merupakan modal dasar yang paling berharga di dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya jadual belajar bagi murid, siswa, mahasiswa dan warga belajar disusun untuk diikuti dengan sungguh-sungguh proses pembiasaan yang diperlukan). Itu pula sebabnya mengapa cabang ilmu pengetahuan disebut juga disiplin (discipline). Disiplin diri meliputi juga upaya untuk terus-menerus memperkecil jurang antara ’apa yang dipikirkan (dirasakan atau dikehendaki) dengan apa yang dikatakan dan dengan apa yang dilakukan atau diperbuat’, karena keteladanan seseorang banyak bergantung pada besar-kecilnya jurang itu.
2.     P Purpose – Tujuan: pemimpin mengembangkan determinasi kuat untuk mencapai visi dan sasarannya. Perbedaan pemimpin dan manajer perlu diperhatikan baik-baik. Pemimpin adalah seseorang yang berbuat hal-hal yang baik dan benar (to do the right things) sedangkan manajer adalah seseorang yang mengatur hal-hal dengan baik (to do the things right). Pemimpin mempunyai visi, misi, strategi dan taktik serta mampu menjawab pertanyaan mengapa (why) sedangkan manajer biasanya mampu menjawab pertanyaan bagaimana (how). Namun jika dua kemampuan ini dapat digabungkan di dalam diri seseorang, tentu itu pasti akan lebih baik.



3.     A Accomplishment – Pencapaian: pemimpin membataskan hasil dalam hal pemenuhan kebutuhan pendukungnya. Sering kita mendengar pernyataan atau anjuran, “Tinggalkan prestise, raihlah prestasi!” Kita mengetahui, bahwa McClelland sudah lama mengenali motivasi berprestasi (achievement motivation) sebagai alasan atau sebab mengapa manusia dapat maju di dalam kehidupannya. Seorang pemimpin wajib, jika dapat bersama pengikutnya, merumuskan secara rinci dan tersurat hasil atau prestasi yang akan diraih dan dengan sungguh-sungguh bergerak bersama untuk mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan itu.
4.     R Responsibility – Tanggungjawab: pemimpin mengemban tugas dan kewajiban yang berasal dari kepercayaan dan kekuasaan yang diserahkan kepadanya. Inilah pemimpin yang demokratis yang dapat diandalkan untuk bekerja bagi kepentingan rakyat. Istilah responsibility kadang-kadang dilihat juga sebagai berasal dari dua buah kata, response ability, artinya kemampuan menjawab, menanggapi keinginan dan aspirasi rakyat. Kemampuan bertanggungjawab merupakan ciri kedewasaan pula, jadi seseorang disebut sudah dewasa jika ia mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada ”diri sendiri, sesama manusia, alam dan lingkungan hidup, dan Tuhan Yang Maha Esa”. Pendidikan yang mangkus atau efektif hendaklah di samping ’memanusiakan manusia’ juga ’mendewasakan manusia’
5.     K Knowledge – Pengetahuan: pemimpin mempunyai pengetahuan dasar, pengetahuan strategis dan pengetahuan taktis sebagai dasar kepemimpinannya. Di dalam proses pendidikan terdapat tiga buah

sasaran yang harus diraih, yaitu (a) pengetahuan dan informasi fungsional (functional knowledge and informtion) yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup, (b) keterampilan yang relevan (relevant skills) yang dapat dijadikan bekal untuk mancahari nafkah sesehari, dan (c) sikap mental pembaharuan dan pembangunan (modernization and development mental attitude) yang merupakan dasar mutlak bagi sasaran (a) dan (b). Dari tiga sasaran pendidikan ini, maka yang paling sulit untuk dilaksanakan dan diraih adalah sasaran ke tiga (c), karena harus dijalankan melalui keteladanan (by example) – lihat prinsip ke 7 (E) di bawah ini! Sasaran pertama mudah karena cukup dengan ’mengajar, memberi kuliah, berceramah, berkhotbah (by teaching and preaching)’, seperti yang sekarang ini sedang kita lakukan (proses belajar-mengajar). Yang ke dua agak sulit karena harus menyediakan alat praktik,  jadual praktik dan pelatihan (by training) yang wajib diikuti dengan tekun dan sungguh-sungguh.
6.     LLaddership – Jenjang: pemimpin memahami ciri-ciri khas kontrak sosial dan moral antara pemimpin dan pendukungnya. Sengaja digunakan di sini istilah tangga (ladder), karena pemimpin bersama para pengikutnya diumpamakan menaiki tangga dalam gerak bersama ke tujuan yang akan diraih. Inti pemikiran di sini adalah ’sama-sama bergerak’ yang artinya antarpara pendukung dan antara para pendukung dengan pemimpin diperlukan kerjasama yang erat, saling berpegangan tangan yang erat sambil mengayunkan langkah ke anak tangga yang lebih tinggi. Tanpa kerjasama yang erat ini, mustahil kelompok dan pemimpin akan sampai ke puncak dan bersama-sama mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Kehidupan modern bukan hanya ditandai oleh kemampuan bertanding atau bersaing (competition) tetapi juga kemampuan bersanding (coorporation).
7.     E Example – Teladan: pemimpin melakukan tindakan yang dapat menjadi teladan atau contoh bagi kelompok pendukungnya. Seorang pemimpin tidak boleh  berkata. ”Perhatikanlah apa yang saya katakan, tetapi jangan lihat pada apa yang saya perbuat atau lakukan!” (J.M. Price, mengatakan: ’Teladan lebih berharga daripada 100 kata nasihat, perbuatan seseorang lebih berpengaruh daripada perbuatannya’).

Pada hakikatnya setiap orang adalah pemimpin, seorang pemimpin yang bersinar yang mampu menyinari sekitar, yakni orang-orang yang dipimpinnya. Sehubungan dengan prinsip bahwa paling tidak ia harus dapat memimpin dirinya sendiri sebelum ia memimpin orang lain, maka memimpin diri sendiri berimplikasi pada hal pengambilan keputusan. Setiap saat manusia dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan yang dimulai sejak ia bangun tidur. Sementara hal mengambil keputusan adalah masalah yang pelik, yang tidak dapat dianggap remeh, bahkan konsekuensi dari tugas pokok seorang pemimpin adalah sebagian besar waktunya harus dipergunakannya untuk mengambil keputusan.
Keberhasilan seorang pemimpin dalam menjalankan peranannya akan sangat tergantung tidak saja pada keterampilannya melakukan kegiatan-kegiatan operasional, akan tetapi akan dinilai terutama dari kemampuannya dalam hal mengambil keputusan. Jika demikian halnya, maka salah satu persyaratan kepemimpinan yang perlu dipenuhi oleh setiap orang yang menduduki jabatan pimpinan ialah keberaniannya untuk mengambil keputusan yang tepat – akurat – cepat, praktis dan rasional, serta mau dan mampu memikul tanggungjawab atas

akibat dan resiko yang timbul sebagai konsekuensi dari keputusan yang diambilnya. 

Pengertian Pengambilan Keputusan
          Pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap sesuatu masalah yang dihadapi. Pendekatan yang sistematis itu menyangkut pengetahuan tentang hakikat dari masalah yang dihadapi itu, pengumpulan fakta dan data yang relevan dengan masalah yang dihadapi, analisa masalah dengan mempergunakan fakta dan data, mencari alternatif pemecahan, menganalisa setiap alternatif sehingga diketemukan alternatif yang paling rasional, dan penilaian dari hasil yang dicapai sebagai akibat daripada keputusan yang diambil.
Pengertian di atas menunjukkan dengan jelas bahwa dalam proses pengambilan keputusan tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan dan pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan secara ’asal jadi’ karena cara pendekatan kepada pengambilan keputusan harus didasarkan pada sistematika tertentu, hakikat dari masalah itu harus terlebih dahulu diketahui dengan jelas. Perhatikan pula bahwa pengambilan keputusan adalah pemecahan dengan cara yang sebaik-baiknya. Tidak dpat dilakukan dengan hanya mencari ’ilham’ atau dengan intuisi, akan tetapi juga perlu didasarkan pada fakta yang terkumpul dengan sitematis, terolah dengan baik dan tersimpan secara teratur sehingga fakta-fakta/data itu sungguh-sungguh dapat dipercaya dan masih bersifat up to date. Sistematika tertentu itu perlu didasarkan pada:
1.     Kemampuan organisasi dalam arti tersedianya sumber-sumber material yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan keputussan yang diambil.


2. Tenaga kerja yang tersedia serta kualifikasinya untuk    melaksanakan keputusan.
 3.  Filosofi yang dianut oleh organisasi.
4.     Situasi lingkungan intern dan ekstern yang menurut perhitungan akan mempengaruhi roda administrasi dan manajemen dalam organisasi.

Sebagaimana sering kita dapati bahwa pengambilan keputusan yang dilakukan secara ’asal jadi’ karena tidak mempergunakan fakta dan data, maka akan dihadapkan pada berbagai masalah seperti:
1.     Tidak tepatnya keputusan karena kesimpulan yang diperoleh dari fakta-fakta dan/atau data-data yang tidak up to date dan tidak dapat dipercaya.
2.     Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan organisasi untuk melaksanakannya, baik ditinjau dari segi manusia, dana dan material.

Keterampilan Pribadi Dalam Pengambilan Keputusan
          Meskipun dalam setiap organisasi sang kepala-lah yang bertanggungjawab atas pengambilan keputusan terakhir untuk dilaksanakan para pejabat dan pegawai pada tingkatan yang lebih rendah, tidaklah berarti bahwa di dalam melaksanakan tugas mengambil keputusan itu sang kepala bekerja sendirian tanpa bantuan orang lain. Justru hal yang sebaliknya yang harus berlaku, yaitu bahwa di dalam proses pengambilan keputusan seorang kepala harus mengikutsertakan mereka yang dipimpin.
          Kalau-lah kita pakai istilah Pemimpin dan Pengikut, maka peranan para pengikut itu adalah:
1.       Berbagi sumber informasi dan data, karena sebagimana telah dikatakan di muka, sesuatu keputusan dapat dikatakan baik apabila keputusan itu didasarkan pada fakta-fakta dan data-data yang sangat erat hubungannya dengan suatu masalah yang dihadapi.
2.       Sebagai persiapan pelaksanaan, kiranya perlu mempertimbangkan faktor psikologis untuk melibatkan para pimpinan tingkat lini dalam proses pengambilan keputusan.
3.       Sebagai ’kritikus’, disadari atau tidak, salah satu sifat yang baik yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sifat keterbukaan terhadap adanya sinkronisasi antara kepentingan organisasi dan kepentingan pribadi dari para anggota di dalam organisasi tersebut.
4.       Timbulnya penolakan terhadap keputusan karena faktor lingkungan belum dipersiapkan untuk menerima akibat dari keputusan yang diambil.
Kesemuanya ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan sebagai tugas terpenting dan terutama bagi seorang pemimpin bukan merupakan tugas yang mudah dan bahwa apabila seseorang ingin diakui sebagai seorang pemimpin yang baik, orang tersebut sepanjang kariernya perlu secara teratur dan kontinyu mengembangkan kemampuannya mengambil keputusan itu.
Kemampuan mengambil keputusan itu harus dikembangkan terus-menerus secara teratur dan kontinyu, jika tidak maka seseorang yang menduduki jabatan pimpinan akan selalu dihadapkan kepada dilema, frustasi dan kegagalan. Baik buruknya seseorang yang menjalankan peranannya sebagai pemimpin dengan nama apapun pemimpin itu disebut, seperti administrator, manajer, kepala, ketua, dan sebagainya pada hakikatnya dinilai dari kriteria menyangkut peningkatan keterampilan seorang pimpinan untuk mengikutsertakan pengikutnya dalam proses pengmbilan keputusan itu. Salah satu alat terpenting yang tersedia bagi seorang pimpinan untuk melibatkan para pengikutnya itu adalah melalui rapat-rapat sebagai media pengambilan keputusan.

Bagaimanapun juga seorang pemimpin (leader) haruslah menjadi penemu masalah (problem finder) dan sekaligus pemecah masalah (problem solver).

Pemimpin adalah Motivator
          Untuk memberi dorongan sikap dan perilaku pengikut dalam mencapai tujuan bersama yang diinginkan, pemimpin harus memahami sifat dan motif apa yang mendorong mereka mau bekerja.
          Definisi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2007), adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk menciptakan kegairahan kerja, upaya mencapai kepuasan disertai pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat kepribadian yang dimaksudkan untuk mendorong karyawan untuk memegang tanggung jawab pelayanan yang akan datang.
          Sedang definisi menurut Edwin B. Flippo (1984), mengatakan motivasi adalah suatu keahlian dalam mengarahkan karyawan dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.
          Merujuk penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa pemberian motivasi adalah:
1.       Menyebabkan, sifat dan perilaku anggota organisasi menjadi lebih baik lagi.
2.       Memicu dan memacu, keterampilan dan keahlian anggota organisasi sesuai bidangnya masing-masing.
3.       Mendukung, perilaku anggota organisasi supaya mau bekerja lebih giat, mau dan mampu merubah pola pikir ke arah yang lebih baik.
4.       Antusias, untuk mencapai hasil yang optimal, berupaya meraih nilai tambah dan senantiasa  berhasrat mengembangkan diri untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak.
5.       Membangun kerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan baik oleh peminpin maupun pengikut.
6.       Menjalin komunikasi timbal balik antara pemimpin dengan para pengikut, sehingga segala tugas diberikan secara manusiawi dan diterima dengan sukacita.
7.       Hasilnya adalah terjalinnya hubungan yang harmonis dan ada dinamika yang ’hidup’ di dalam kelompok organisasi tersebut.

Pemimpin yang memotivasi tentu punya tujuan yang ingin diraih, apalagi jika kita amati pada para pemimpin sebuah perusahaan. Apa sesungguhnya tujuan diberikannya  motivasi itu?
Tujuan motivasi adalah untuk:
1.     Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan Sikap dan perilaaku karyawan, kemauan kerja dengan giaat dan semangat serta merasa senang, puas akan hasil kerjanya.
2.     Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Karyawan sebagai sumber daya manusia yang baik, potensinya dikembangkan terus menerus agar mempunyai keterampilan dan keahlian di bidang kerjanya masing-masing dan akhirnya mampu mencapai sasaran dengan hasil yang baik.
3.     Mempertahankan kestabilan, dengan menjaga kesehatan karyawan, berolahraga secara teratur agar mencapai kerja yang optimal.
4.     Meningkatkan kedisiplinan karyawan, karena dengan semangat disiplin yang tinggi, kualitas kerja karyawan di lingkungan perusahaan terjamin.
5.     Mengefektifkan rekrutmen karyawan. Karyawan yang sudah ada harus mendapatkan perhatian secara khusus agar mereka merasa betah dan mau bertahan serta tetap semangat dalam menjalankan tugas-tugasnya.
6.     Menciptakan hubungan kerja yng baik, atmosfer kerja yang kondusif.

7.     Menanam, memupuk dan  mengembangkan budaya belajar sepanjang hayat (lifelong learning), kreatif, inovatif dan sportif.

Asas-Asas Motivasi:
          Asas-asas motivasi mencakup: mengikutsertkan, komunikasi, pengakuan, wewenang yang didelegasikan, dan perhatian timbal balik.
1.         Asas mengikutsertakan, maksudnya mengajak pengikut untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.
2.         Asas komunikasi, maksudnya menginformasikan secr jelas tentng tujun yang ingin dicapai, cara mengerjakannya, dan kendala yang dihadapi.
3.         Asas pengakuan, maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada pengikut atas prestasi kerja yang dicapainya.
4.         Asas wewenang yang didelegasikan, maksudnya adalah mendelegasikan sebagian wewenang serta kebebasan pengikut untuk mengambil keputusan dan berkreativitas dalam melaksanakan tugasnya.
5.         Asas perhatian timbal balik, dimaksudkan memotivasi pengikut dengan mengemukakan keinginan atau harapan organisasi di samping berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan para pengikut.

Model Motivasi
          Model motivasi berkembang dari teori klasik menjadi teori modern, sesuai perkembangan peradaban dan ilmu pengeetahuan. Perbandingan antara dasar kefalsafahan teori klasik dengan teoti modern dibedakan menjadi dua hal yaitu:
1.     Teori klasik menitikberatkan pada analisis dan penguraian, sedangkan teori modern penegasannya terletak pada keterpaduan dan perencanaan serta menyajikan seluruh pandangan yang dibutuhkan.
2.      Teori klasik secara tidak langsung telah menyatakan bahwa jika sesuatu merupakan sebuah benda maka benda tersebut tidak dapat menjadi benda kedua, sedangkan teori modern biasanya memanfaatkan suatu pandangan yang mulidimensi.
Misalnya motivasi bukan saja untuk memenuhi kebutuhan fisik, tetapi jiga harus memenuhi kebutuhan rohani. Selanjutnya konsep model motivasi digambarkan sebabagi berikut.

3 komentar:

  1. Sands Casino Resort in Las Vegas, Nevada, US
    Located just minutes from 샌즈카지노 Las 메리트 카지노 Vegas, Sands Casino Resort is a fun-filled casino with a host of table games like Blackjack, Roulette and Video Poker. kadangpintar

    BalasHapus
  2. Is there a casino in the UK that has the best slot machines?
    It's just not easy, but at CasinoOnline, there are 사설토토 loads 텐벳 먹튀 of slot machines online. Some 원피스 바카라 of 넷마블 바카라 them even feature the famous Lucky 온라인포커 Wheel. If you're not sure

    BalasHapus
  3. Harrah's Resort Southern California - MapYRO
    A 원주 출장마사지 map showing Harrah's Resort Southern California 경상남도 출장샵 - Harrah's 동해 출장안마 Resort Southern California, profile 동두천 출장샵 picture, gaming space and location 김제 출장안마 information,

    BalasHapus